Label

Peran Pondok Pesantren dalam Pendidikan Karakter di Era Globalisasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Di era globalisasi adalah era yang penuh dengan persaingan teknologi yang menuntut manusia untuk lebih berkembang dalam ilmu pengetahuan. Tidak dapat dipungkiri, Indonesia pun merasakan dampak dari adanya proses globalisasi. Sehingga, penguasaan ilmu pengetahuan umum sangat ditekankan dalam setiap kurikulum pendidikan di Indonesia.
Dari salah satu dampak globalisasi budaya, menyebabkan kebudayaan dan karakter asli bangsa Indonesia yang memiliki nilai moral yang tinggi mulai pudar oleh globalisasi. Oleh karena itu, perlulah sebuah pendidikan yang dapat mengembalikan karakter bangsa Indonesia, sehingga tidak hanya ilmu pengetahuan yang dikuasai, namun pengendalian karakter yang baik demi pemanfaatan ilmu pengetahuannya secara bijak.
Dari berbagai macam konsep pendidikan di Indonesia, pendidikan pondok pesantren merupakan konsep pendidikan yang dinilai mampu untuk mengembalikan karakter budaya bangsa Indonesia. Dimana dalam konsep pendidikannya lebih menekankan pada pendidikan moral dan ilmu agama sebagai proses pembentukan karater.
Oleh karena itu, penulis tetarik untuk lebih mengetahui konsep pendidikan pondok pesantren dan perannya dalam membentuk karakter generasi muda sebagai penerus bangsa.

1.2.  Rumusan Masalah
a.         Apa pentingnya pendidikan karakter di era globalisasi?
b.        Bagaimana Konsep pendidikan pondok pesantren?
c.         Bagaimana peran Pondok Pesantren dalam pendidikan karakter generasi muda?

1.3.  Tujuan Penulisan
a.         Menjelaskan pentingnya pendidikan karakter di era globalisasi.
b.        Mengetahui konsep pendidikan Pondok Pesantren.
c.         Mengidentifikasi peran Pondok Pesantren dalam pendidikan karakter generasi muda.
1.4.  Manfaat Penulisan
a.       Manfaat Teoritis
Bagi Santri : Meningkatkan pemahaman diri terhadap penulisan Karya Tulis dan kesadaran akan pentingnya pendidikan sebagai sarana peningkatan mutu generasi masa depan bangsa.
b.      Manfaat Praktis
Bagi Masyarakat luas : Mengubah paradigma masyarakat bahwa pondok pesantren juga dapat dijadikan pilihan utama dalam  menganyam pendidikan.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pendidikan Karakter di Era Globalisasi
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Menurut Aim Abdulkarim (2007), Globalisasi merupakan proses perkembangan pada masa kini (kontemporer) yang mempunya pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung. Pengaruh globalisasi dapat menghilangkan berbagai halangan dan rintangan yang menjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lainnya.
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal lain. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran manusia. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan.
Tdak lain halnya dengan kejiwaan para remaja yang pada dasarnya masih mencari jati diri dan terkadang belum bisa menentukan dan menyaring segala informasi yang baik bagi diri mereka sendiri, sehingga para remaja ini harus selalu diarahkan dan dibimbing supaya dapat menjadi generasi penerus yang tidak melupakan kebudayaan yang bermoral dan mampu bersaing dengan bangsa lain. 
Pendidikan yang diterapkan di Indonesia masih menitik beratkan kepada penguasaan kurikulum dibandingakan dengan pembentukan karakter. Hal ini menyebabkan terbentuknya generasi bangsa yang ahli pikir namun terbelenggu dalam kerendahan moral. Meskipun pemerintah telah menerapkan kurikulum pendidikan berkarakter, namun dampak yang dirasakan belum mampu membebaskan generasi bangsa dari belenggu rendahnya moralitas.
Oleh karena itu, perlulah sebuah pendidikan yang mampu mempertahankan dan mengembangkan karakter yang dapat menjadi teladan bagi yang lainnya. Sebab pada dasarnya, untuk menjadi individu yang bertanggungjawab di dalam masyarakat, setiap individu harus mengembangkan berbagaimacam potensi yang ada dalam dirinya, terutama mengokohkan moral yang akan menjadi panduan bagi praksis mereka dalam lembaga.
Sebagaimana Megawangi (2007) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.
Adapun nilai yang layak diajarkan kepada anak, di rangkung Indonesia Heritage Foundation (IHF) yang digagas oleh Ratna Megawangi 270 menjadi sembilan pilar karakter, yaitu:
1.        Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya (love Allah, trust, reverence, loyalty)
2.        Kemandirian dan Tanggung Jawab (responsibility, excellence, self reliance, dicipline, orderliness)
3.        Kejujuran, Amanah dan Bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty)
4.        Hormat dan Santun ( respect, courtesy, obedience)
5.        Dermawan, Suka menolong dan Gotong Royong (caring, empathy, genrousty, moderation, cooperation, love, compassion)
6.        Percaya Diri, Kreatif, dan Pekerja Keras (confidence, assertiveness, creativity, determination, and enthusiasm)
7.        Kepemimpinan dan Keadilan (justice, fairness, mercy, leadership)
8.        Baik dan Rendah Hati (kindness, friendliness, humanity, modesty)
9.        Toleransi, Kedamaiaan dan kesatuan (tolerance, flexibility, peacefullness) (Amin,2014).
Pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekadar berurusan dengan proses pendidikan tunas muda yang sedang mengenyam masa pembentukan di dalam sekolah, melainkanjuga setiap individu di dalam lembaga pendidikan.

2.2.  Metode Pendidikan Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, sekaligus memadukan unsur-unsur pendidikan yang amat penting. Pertama, ibadah unuk menanamkan iman dan takwa terhadap Allah SWT. Kedua, tablig untuk menyebarkan ilmu. Ketiga, amal untuk mewujudkan kemasyarakatan dalam kehiduan sehari-hari.
Dalam sejarahnya, perkembangan pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan pengajaran nonklasikal yang dikenal dengan nama: Bandongan, Sorogan, dan Wetonan. Penyelenggaraan sistem ini berbeda-beda antara pondok pesantren satu dengan pondok pesantren lainnya. Ada sebagian pondok pesantren yang penyelenggarannya semakin lama semakin berubah, karena dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan di tanah air, serta tuntutan dari masyarakat di lingkungan pondok psantren itu sendri. Dan sebagian pondok pesantren ada yang masih mempetahankan sistem pendidikan yang semula.
Dalam kenyataannya, dewasa ini, penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren dapat digolongkan menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.
Pertama, pondok pesantren yang cara pendidikan dan pengajarannya menggunakan metode sorogan dan bandongan, yaitu seorang kyai mengajarkan santri-santrinya berdasarkan kitab-kitab klasik yang ditulis dalam bahasa arab dengan sistem terjemahan. Dalam hal itu, biasanya para santri tinggal di dalam pondok, asrama pondok, dan ada pula yang diluar pondok. Umumnya pondok pesantren semacam ini “steril” dari ilmu pengetahuan umum, dan orang biasanya menyebut Pondok salaf (tradisional).
Kedua, pondok pesantren, walaupun mempertahankan pendidikan dan pengajaran, akan tetapi lembaga pendidikan ini telah mamasukkan pendidikan umum ke pesantren, seperti SMP SMA, STM, SMEA, atau memasukkan sistem madrasah ke pondok pesantren.
Ketiga, pondok pesantren di dalam sistem pendidikan dan pengajarannya mengintegrasikan sistem madrasah kedalam pondok pesantren dengan segala jiwa, nilai, dan atribut lainnya. Di dalam pengajarannya memakai metode dedaktik dan sistem evaluasi pada setiap semester. Dan pengajarannya memakai sistem klasikal ditambah dengan disiplin yang ketat dengan full asrama atau santri diwajibkan berdiam di asrama. Para pengamat menamakannya dengan pondok modern.
Searah perkembangan zaman, pondok pesantren selalu berusaha meningkatkan kualitasnya dengan mendirikan madrasah-madrasah di dalam komplek pesantren masing-masing. Dengan cara ini, pesantren tetap berfungsi sebagai pesantren dalam pengertian aslinya, yakni tempat pendidikan dan pengajaran bagi para santri yang ingin memperoleh ilmu pengetahuan Islam secara mendalam (Sasono, 1998).

2.3.  Peran Pondok Pesantren dalam Pendidikan Karakter
Pesantren memiliki pola pendidikan yang berbeda dengan pola pendidikan pada umumnya. Di pesantren terdapat pengawasan yang ketat menyangkut tata norma atau nilai terutama tentang perilaku peribadatan khusus dan norma-norma mu’amalat tertentu. Bimbingan dan norma belajar supaya cepat pintar dan cepat selesai boleh dikatakan hampir tidak ada. Jadi, pendidikan di pesantren titik tekannya bukan pada aspek kognitif, tetapi justru pada aspek afektif dan psikomotorik (Mulyana, 2004).
Pesantren sebagai salah satu sub sistem Pendidikan Nasional yang indigenous Indonesia, mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam pengaplikasian pendidikan karakter santri. Hal itu dikarenakan: pertama, adanya jiwa dan falsafah. Kedua, terwujudnya integralitas dalam jiwa, nilai, sistem danstandar operasional pelaksanaan. Ketiga, terciptanya tripusat pendidikan yang terpadu. Keempat, totalitas pendidikan.
Karakter pesantren yang demikian itu menjadikan pesantren dapat dipandang sebagai institusi yang efektif dalam pembangunan akhlak. Disinilah pesantren mengambil peran untuk menanggulangi persoalan-persoalan tersebut khususnya krisis moral yang sedang melanda, karena pendidikan pesantren merupakan pendidikann yang terkenal dengan pendidikan agama dan seharusnya mampu untuk mencetak generasi-generasi berkarakter yang sarat dengan nilai-nilai islam.
Dengan demikian, pondok pesantren diharapkan mampu mencetak manusia muslim sebagai penyuluh atau pelopor pembangunan yang takwa, cakap, berbudi luhur untuk bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan dan keselamatan bangsa serta mampu menempatkan dirinya dalam mata rantai keseluruhan sistem pendidikan nasional, baik pendidikan formal maupun non formal dalam rangka membangun manusia seutuhnya.
Dalam konteks kekinian, pesantren masih tetap relevan dan menjanjikan untuk menjadi garda depan dalam mengawal kelangsungan bangsa yang terancam oleh krisis moral, krisis identitas dan krisis kepribadian (Amin, 2014).

  
BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Dihadapan perubahan sosio-kultur yang kian deras dan globalisasi masif, pesantren tetap tumbuh dan berkembang. Bahkan telah mendapat kepercayaan masyarakat dalam mendidik umat. Krisis-krisis moral yang kian mendera anak-anak bangsa yang ditunjukan oleh tawuran, kenakalan remaja, narkoba dan lain-lain memunculkan pemahaman bahwa keberadaan pesantren menjadi alternatif pendidikan. Namun, sejalan dengan kepercayaan masyarakat, pesantrenpun telah melakukan perubahan-perubahan yang perlu sehingga eksistensinya benar-benar dapat berkelanjutan.
Dengan posisi ini, dunia pesantren tampil dengan teladan indah, dengan kontribusi nilai-nilai keteladanan dan dalam memproduksi anak-anak bangsa yang berkarakter. Merujuk ke ajaran islam awal, jauh sebelum kewajiban shalat, puasa, haji, dan zakat diperintahkan oleh Allah, kesempurnaan akhlak yang pertama diserukan. Dalam semangat ajaran dasar Islam ini maka pesantren tentu harus menjadi agen yang pertama dalam membangun karakter bangsa dalam arti sesungguhnya.

3.2.  Saran
Bagi pemerintah seharusnya lebih memperhatikan lembaga lembaga pendidikan yang memprioritaskan pendidikan yang berbasis agama sehingga dapat menghasilkan generasi yang ahli fikir dan dzikir.
Bagi khalayak ramai untuk lebih sadar akan pentingnya pendidikan berbasis agama yang mampu menjadikan generasi-generasi bangsa, sebagai bangsa yang berakhlakul karimah dan mampu bersaing di era globalisasi yang penuh tantangan saat ini.





DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim, Aim. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang Demokratis. Bandung: Grafido Media Pratama
Amin, Zamzami. 2014. Baban Kana: Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin dalam Kancah Sejarah untuk Melacak Perang Kedongdong 1802-1919. Bandung: Pustaka Aura Semesta
Megawangi, Ratna. 2007. Semua Berakar pada Karakter.  Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Mulyana, Rahmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta
Sasono, Adi. 1998. Solusi Islam atas Problematika Umat: Ekonomi, Pendidikan, dan Dakwah. Jakarta: Gema Insani Press